KabarNewsLine -Meskipun Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai secara tegas mengatur sanksi bagi pengedar rokok ilegal, fenomena peredaran rokok ilegal di wilayah Kepulauan Riau (Kepri) semakin marak. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: mengapa peredaran rokok ilegal di Kepri bisa semakin bebas, meskipun sanksi pidana yang diatur dalam undang-undang ini sangat jelas?
Menurut Pasal 54 Undang-Undang Cukai, setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, atau menjual barang kena cukai tanpa memenuhi ketentuan pengemasan atau tidak dilengkapi pita cukai yang sah dapat dijatuhi hukuman penjara antara 1 hingga 5 tahun dan denda yang nilainya bisa mencapai 10 kali lipat dari bea cukai yang seharusnya dibayar.
Selain itu, Pasal 56 juga mengatur sanksi bagi siapa saja yang menyimpan atau memiliki barang kena cukai yang diketahui berasal dari tindak pidana, dengan ancaman hukuman penjara 1 hingga 5 tahun dan denda yang serupa. Namun, meskipun sanksi tersebut jelas dan tegas, peredaran rokok ilegal di Kepri justru tampak semakin sulit dikendalikan.
Pertanyaan besar pun muncul: mengapa penegakan hukum terhadap peredaran rokok ilegal di wilayah ini belum maksimal? Apakah karena kurangnya pengawasan atau lemahnya tindakan aparat penegak hukum di lapangan? Lebih parah lagi, isu "bagi-bagi kue" atau yang sering disebut dengan "jatah bulanan" kepada oknum tertentu juga kerap mencuat. Apakah praktik semacam ini yang membuat rokok ilegal, seperti H&D dan Hmind, dapat beredar bebas di pasaran?
Jika praktik ini benar adanya, maka jelas bahwa peredaran rokok ilegal semakin sulit diberantas. "Bagi-bagi kue" ini berpotensi melibatkan oknum-oknum yang seharusnya menjaga ketertiban dan mengawasi peredaran barang ilegal, namun justru mengambil keuntungan dari situasi tersebut. Dengan besarnya potensi kerugian negara dan dampak negatif bagi masyarakat, sudah saatnya untuk memperkuat pengawasan, menindak tegas oknum yang terlibat, dan memastikan penegakan hukum yang adil tanpa kompromi.
0 Komentar