KabarNewsLine -Ketua Lembaga Komando Pemberantasan Korupsi (L-KPK) Provinsi Kepulauan Riau, Kennedy Sihombing, mendesak Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Republik Indonesia untuk memberikan sanksi tegas kepada pemilik sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang sengaja tidak mengusahakan, memanfaatkan, atau memelihara lahannya, sehingga menjadi objek penertiban Tanah Terlantar.
Menurut Kennedy, pemegang sertifikat HGB atas nama PT. Terita Pratiwi Development (TPD) dan PT. Kemayan Bintan (KB) tidak sesuai dengan peruntukan yang telah diberikan oleh menteri pada tahun 1995-1996. Bahkan, lahan tersebut kini ditelantarkan.
Masyarakat Dompak, Kelurahan Dompak, Kecamatan Bukit Bestari, Kota Tanjungpinang, yang lahannya berada di atas lahan sertifikat HGB PT. TPD dan PT. KB, telah melaporkan masalah ini kepada DPR RI Komisi IV yang membidangi kehutanan. Mereka menyatakan bahwa mayoritas lahan tersebut adalah hutan bakau (mangrove).
Pada Mei 2010, anggota DPR RI Komisi IV, Anthoni Sihombing, dan timnya turun ke wilayah tersebut untuk meninjau lahan yang dijadikan plot sertifikat HGB PT. TPD dan PT. KB. Hasil peninjauan memberikan masukan kepada Menteri ATR bahwa pemberian HGB di atas lahan mangrove tidak tepat, berpotensi merusak kawasan lindung pantai, mengancam ekosistem, dan memerlukan biaya besar untuk rehabilitasi jika terjadi kerusakan.
Atas dasar itu, Komisi IV DPR RI meminta Menteri ATR/BPN RI untuk meninjau kembali HGB yang diberikan kepada PT. TPD dan PT. KB, karena bertentangan dengan Undang-Undang Agraria No. 5 Tahun 1960 dan Undang-Undang Kehutanan No. 41 Tahun 1999.
Merespons desakan warga Dompak, pada 10 Agustus 2010, Kantor ATR/BPN Kota Tanjungpinang telah menyurati BPN pusat melalui Kantor Wilayah ATR/BPN melaporkan bahwa PT. TPD dan PT. KB pemilik sertifikat HGB telah terindikasi terlantar.
Namun, hingga saat ini, PT. TPD dan PT. KB yang mengantongi sertifikat HGB di atas lahan mangrove tidak pernah diberikan sanksi. Belakangan diketahui bahwa Kanwil ATR/BPN dan Kantor ATR/BPN Kota Tanjungpinang malah melakukan rapat koordinasi terkait indikasi keterlantaran perusahaan, yang akhirnya berujung pada pengampunan dan pengukuran ulang lahan.
Berdasarkan Undang-Undang Agraria No. 5 Tahun 1960 Pasal 27, 34, dan 40, sertifikat HGB dapat dihapus jika lahan tersebut ditelantarkan. Selain itu, Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2021 tentang Penertiban dan Tanah Terlantar Pasal 5 Ayat 1 menyatakan bahwa tanah yang sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan tidak dipelihara menjadi objek penertiban Tanah Terlantar.
Dengan dasar hukum tersebut, L-KPK Provinsi Kepulauan Riau meminta Menteri ATR/BPN untuk mencabut dan mengambil alih lahan tersebut menjadi Bank Tanah. “Ini adalah langkah yang sangat diperlukan untuk menjaga kelestarian lingkungan dan menegakkan hukum agraria,” tegas Kennedy Sihombing.
Sumber: L-KPK Kepri
Editor: Tinta Jurnalis News
0 Komentar